Rabu, 21 Januari 2015

PEMIMPIN YANG DIBENCI



Oleh Bahron Ansori*

Pemimpin adalah orang yang diberikan amanah (kepercayaan) tertentu yang diharapkan dapat melaksanakan tugas kepemimpinannya sesuai dengan kedudukan dan jabatannya. Rasulullah saw, pernah mengingatkan, bahwa pemimpin suatu kelompok adalah pelayan kelompok tersebut. Oleh karena itu seorang pemimpin hendaklah melayani dan menolong orang yang dipimpin untuk mencapai kemajuan, kesejahteraan umat dan keselamatan dunia akhir.

Namun demikian, ternyata banyak pula pemimpin yang gagal dalam kepemimpinannya. Hal ini dapat kita lihat dalam sejarah kepemimpinan di masyarakat dari masa ke masa. Banyak pemimpin yang dipaksa atau terpaksa mundur dari jabatannya sebelum habis masanya. Banyak pula pemimpin yang dibenci rakyatnya sehingga mereka dijatuhkan dan diadili oleh rakyatnya sendiri, malah ada yang dipenjara, dibunuh dan sebagainya. Mengapa hal itu bisa terjadi? Di antaranya:


Pertama, pemimpin itu tidak menjalankan amanah. Mereka tidak menunaikan amanah itu karena mereka lupa akan hakikat kepentingan yang sesungguhnya, atau karena terpengaruh dengan kemewahan duniawi sampai melengahkan tugas-tugas kepemimpinannya. Akibat lalai dan terpengaruh duniawi, amanah kepemimpinan tak dilaksanakan dan dijadikan kepemimpinan itu sebagai peluang untuk mencari keuntungan dan kekayaan duniawi, sikap dan perilaku seperti itulah yang kemudian melahirkan berbagai penyimpangan.
Maka muncullah korupsi dan kezaliman lain. Dari penyimpangan itu timbul ketimpangan dan kesenjangan hidup di masyarakat akibat mengabaikan amanah. Allah swt berfirman : “sesungguhnya allah menyuruh kamu menjalankan amanah kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan suatu hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil”(Qs. An-nisa : 58).

Kemudian rasulullah saw mengingatkan kepada para pemimpin : “siapa saja yang dianugerahkan allah sebagai pemimpin, tetapi dia tidak berbuat sesuatu untuk kebaikan umatnya (malahan sebaliknya menipu dan menzalimi umatnya ), allah mengharamkan surga untuknya”. (HR. Bukhari).

Rasulullah saw bersabda : “asyaddunnaasi ‘azaban yaumul qiyamati imamun jair”. (orang yang paling sakit siksaan di hari kiamat adalah pemimpin yang zalim (curang) (HR. Thabrani dari abdullah bin mas’ud).
Oleh karena itu mari kita sadari bahwa menjadi pemimpin itu adalah amanah, dan amanah itu adalah titipan allah berupa perintah untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, termasuk menjalankan keadilan, baik keadilan hukum, pendidikan, ekonomi maupun keadilan dalam bidang lain.

Kesejahteraan rakyat, kebenaran dan keadilan juga merupakan tuntutan rakyat yang telah memberikan kepercayaan penuh kepada para pemimpinnya, oleh sebab itu melaksanakan amanah allah berarti juga melaksanakan kehendak hati nurani rakyat.

Kedua, pemimpin yang mengabaikan kejujuran. Pemimpin yang tidak jujur mereka menganggap nilai materi lebih tinggi daripada nilai kejujuran, sehingga apabila mereka berhadapan dengan suatu yang mendatangkan materi atau keuntungan duniawi, kejujuran tidak ada harganya sama sekali. Maka timbullah kedustaan dan kemunafikan serta kezaliman terhadap rakyat.

Pemimpin yang tidak jujur itu memang pandai, tetapi pandai menipu rakyat, mereka licin selicin belut, mereka licik selicik kancil, mereka pandai merangkai kata, seperti pujangga yang menari di atas kata-kata indah hingga rakyat terlena terutama ketika berkampanye dengan janji-janji indah yang selalu berkedok untuk kepentingan rakyat, tapi sesungguhnya adalah orang yang pembohong (khazzab).

Dalam hal ini rasulullah saw bersabda : “sesudahku nanti akan ada pemimpin-pemimpin yang berdusta dan berbuat zalim, siapa yang membenarkan kedustaannya dan membantu kezalimannya, maka ia tidak termasuk golongan dari umatku dan aku juga tidak termasuk darinya dan ia tidak akan datang ketelaga (yang ada di surga)”. (HR. Nasa’i dari ka’ab).

Dalam hadits diatas, diisyaratkan akan lahir pemimpin-pemimpin yang suka berdusta pada diri sendiri dan kepada rakyatnya. Dalam kepemimpinannya dia selalu menampakkan yang baik dan indah, tetapi dibalik itu ada maksud-maksud tertentu yang dapat merugikan rakyatnya. Disamping itu juga dia suka berbuat zalim dan aniaya.
Oleh karena itu perlu kita sadari bahwa kejujuran itu sesungguhnya amat tinggi harganya dihadapan allah. Kejujuran juga amat besar nilainya dimata masyarakat. Maka itulah kejujuran merupakan tolok ukur kepercayaan masyarakat, merupakan cermin keluhuran dan kemuliaan di dunia dan diakhirat. Dalam hal kejujuran allah swt berfirman: “hai orang-orang yang beriman, bertawakkallah kepada allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang jujur”. (Qs. At-taubah: 119).

Ketiga, pemimpin yang berakhlak mazmumah (buruk). Bila suatu umat dipimpin oleh orang-orang yang berakhlak buruk tidak bermoral dan kepribadiannya yang jauh dari nilai-nilai agama serta akhlak yang mulia, maka bisa dipastikan umat atau rakyat itu akan mengalami penderitaan dan kesengsaraan. Pemimpin seperti ini akan bertindak sewenang-wenang sehingga rakyatnya tidak mendapatkan keadilan dan hak-haknya, yang mereka rasakan adalah kesengsaraan, ketakutan, keresahan dan lainnya. Hal ini membuat umat tersebut hidup dalam penderitaan dan kekecewaan.

Khusus bagi umat islam, mereka tidak akan mendapatkan kebaikan bila dipimpin oleh orang-orang non muslim. Sebab suatu kemustahilan bila orang-orang diluar islam berbuat dengan ikhlas untuk kemaslahatan bagi umat islam. Bahkan sebaliknya mereka senantiasa berusaha untuk menghancurkan umat islam. Umat islam juga akan hancur bila dipimpin oleh orang-orang munafik yang tidak jelas agamanya. Penampilan lahirnya seperti orang islam, tetapi hatinya munafik dan anti islam.

Pemimpin seperti ini harus diwaspadai oleh umat islam dan harus dihindari. Dalam hal ini allah swt berfirman : “dan diantara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penentang yang paling keras”. (Qs. Al-baqarah: 204).

Keempat, pemimpin yang tidak kapabel. Yaitu pemimpin yang kurang cakap, cerdik, dan tidak memiliki kesanggupan dalam memimpin serta tidak memiliki visi dan misi kedepan.

Dalam islam disebut sebagai orang yang tidak fathanah. Tugas kepemimpinan di masyarakat sungguh berat, apalagi jika kepemimpinan itu bertaraf nasional, tentu akan lebih berat lagi, sebab problem yang dihadapi lebih banyak dan komplek. Karena itu kepemimpinan sangat menuntut seorang pemimpin yang fathanah (cerdik), yakni cakap, pandai, cerdas, punya kesanggupan dan memiliki visi jauh kedepan.

Pemimpin yang fathanah itulah yang akan mampu memimpin dan membangun masyarakatnya. Allah swt berfirman : “serulah (manusia) kepada jalan tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik…” (Qs. An-nahl: 125).

Menurut satu riwayat, rasulullah saw tidak rela jika umatnya dipimpin oleh orang-orang yang berakhlak bejat, tidak beriman serta berlaku zalim. Tapi terkadang umatnyalah yang tidak memperhatikan dirinya dan nasibnya. Hal ini kelihatan dari cara memilih pemimpin, mereka tidak mengikuti petunjuk allah dan rasul. Hal ini, merupakan tugas dan tanggungjawab para ulama untuk memberi tuntunan kepada umat ini bagaimana seharusnya memilih pemimpin menurut tuntunan al-qur’an dan hadits demi kebahagiaan dunia dan akhirat dan pemimpinnya juga selamat. Wallahu a’lam.(R2/R1).


*Redaktur Mi’raj News Agency (MINA)
http://mirajnews.com/id/artikel/tausiyah/pemimpin-yang-dibenci/