Rabu, 25 Mei 2016

Ketua RT dan RW Keluhkan Kebijakan Ahok



Kamis, 26 Mei 2016

JAKARTA (Pos Kota) – Komisi A DPRD DKI hari ini, Kamis (26/5), memanggil Pemprov DKI Jakartam dan Forum RT/RW se-Jakarta. Ini menyusul banyaknya keluhan terhadap kebijakan wajib lapor kinerja yang diberlakukan bagi perangkat warga tersebut.

Rencana pemanggilan diungkapkan Sekretaris Komisi A DPRD DKI, Syarif yang mengaku telah menerima keluhan tersebut. Untuk itu, komisi yang membidangi masalah pemerintahan tersebut mengundang Asisten Pemerintahan, Inspektorat, Kepala Dinas Komunikasi Informasi dan Kehumasan DKI serta Biro Hukum.
“Pemanggilan ini dilakukan untuk meminta klarifikasi dan mencari solusi atas keluhan yang dilayangkan pengurus RT dan RW se-Jakarta terhadap kebijakan wajib lapor kinerja melalui aplikasi Qlue,”ujar Syarif, Rabu (25/6).

Lebih lanjut politisi Partai Gerindra ini menyatakan pihaknya menilai sangatlah penting menindaklanjuti keluhan RT dan RW ini. Mengingat mereka adalah perangkat pemerintah yang paling bersentuhan dengan masyarakat. “Jangan anggap sepele keluhan ini. Kalau tidak ditindaklanjuti dan mereka beramai-ramai mengundurkan diri maka masyarakat juga yang akan dirugikan,” ucap Syarif.

Dikatakan Syarif keberatan warga atas kebijakan ini beralasan. Pasalnya menjadi Ketua RT itu bukan sebuah profesi, namun panggilan jiwa untuk mengurus lingkungan tempat tinggalnya. Kebanyakan dari mereka menjalankan tugasnya sebagai RT atau RW adalah sampingan dari profesi pekerjaan yang digelutinya setiap hari.

MEREPOTKAN
Sebelumnya, pengurus RT dan RW di beberapa wilayah ibukota berharap Gubernur DKI, Basuki Tjahaja Purnama mengevaluasi ulang kebijakan wajib lapor kinerja melalui layanan Smart City. Kebijakan tersebut diakui perangkat warga tersebut sangat merepotkan.

Pasalnya melalui aplikasi Qlue, setiap Ketua RT atau RW harus melaporkan sedikitnya tiga laporan pekerjaan setiap harinya. Bila tidak, maka uang operasional mereka tida dapat dicairkan. “Kebijakan ini jelas merepotkan kami. Karena pekerjaan kami bukan hanya sekedar mengurus RT. Karenanya kami mohon pak gubernur bisa mengkaji ulang kebijakan tersebut ,” ujar pengurus RW 01, Kelurahan Pinang Ranti, Makasar, Jakarta Timur, H. Mino..

H. Mino mengklaim rasa keberatan dengan adanya kebijakan ini juga dirasakan 18 ketua RT di lingkungan kelurahannya. H. Mino ditambahkan menambahan ketentuan wajib lapor tersebut tertuang dalam SK Gubernur DKI No.903 Thn 2016 tentang pemberian uang penyenggaraan tugas dan fungsi RT dan RW. Sebelum regulasi itu diterbitkan, pengurus RT tetap dengan bertanggung jawab menjalan tugasnya. Terbukti dengan tidak adanya permasalahan yang timbul di warga.

Bendahara RW 01 H. Mahmut Ujang, menjelaskan dalam SK itu pada bab III pasal 6 menyebutkan untuk kebijakan pencairan uang penyelenggara tugas dan fungsi RT/RW pada bulan April tahun anggaran mulai berlakunya SK Gubernur ini, apabila pada aplilkasi Jakarta Smart City telah mencapai batas minimal 90 laporan, maka uang operasionil RT/RW dapat dicairkan. “Artinya dalam satu hari minimal ada tiga laporan yang disampaikan atau 90 laporan dalam sebulan. Kalau tidak tercapai dana akan dikembalikan ke DKI,” papar sekretaris RW Hidayat.

Harapan yang sama juga dilontarkan Yusuf, Ketua RT 4 RW 7, Kelurahan Bungur, Kecamatan Senen, Jakarta Pusat. Dikatakannya, kebijakan ini cukup merepotkan. Dengan rutinitas pekerjaan yang setiap harinya digeluti, ia masih harus melaporkan berbagai kegiatan di lingkungannya. “Permasalahannya dari pagi sampai malam saya kan kerja.

“Terus apa yang harus saya laporkan. Apalagi kegiatan RT tidak rutin setiap hari. Palingan hanya akhir pekan seperti kerja bakti lingkungan. Sedangkan lainnya adalah hanya sekedar mengurus surat pengantar. Kerjan baktipun sudah ada petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU),” pungkasnya.(guruh)

Sumber: http://poskotanews.com/2016/05/26/ketua-rt-dan-rw-keluhkan-kebijakan-ahok/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar